Fenomena penahanan ijazah oleh perusahaan sebagai strategi untuk mengurangi tingkat turnover karyawan merupakan sebuah praktik kontroversial yang semakin sering ditemui dalam dunia corporate.

Penahanan ijazah ini seringkali dianggap sebagai tindakan yang kontroversial karena menciptakan ketergantungan finansial dan psikologis pada perusahaan, serta membatasi mobilitas karir karyawan.

Meskipun niatnya untuk mencegah tingkat turnover yang tinggi yang dapat merugikan perusahaan, tindakan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.

Menahan ijazah karyawan memunculkan pertanyaan tentang keabsahan praktik ini dalam konteks hukum ketenagakerjaan dan hak asasi manusia, karena dapat dianggap sebagai bentuk pemerasan atau pembatasan hak individu.

Bahkan dalam beberapa yurisdiksi, penahanan ijazah bahkan dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ketenagakerjaan yang melindungi hak-hak karyawan.

Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan dengan matang dampak hukum yang mungkin timbul dari praktik ini, serta mencari strategi alternatif yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan etika korporat.

Agar Anda bisa mendapatkan sedikit titik terang terkait pemasalahan ini, baik dari segi hukum maupun sanksi yang berlaku secara sosial, artikel berikut mungkin akan cocok untuk Anda sebagai bahan referensi mengenai persoalan ini.

Artikel berikut ini akan mengulas seputar apakah boleh perusahaan menahan ijazah karyawan dan bagaimana upaya pencegahannya?

Bolehkah Perusahan Menahan Ijazah Karyawan?

Bolehkah Perusahan Menahan Ijazah Karyawan
Tidak Ada Hukum Mengatur Tidak Bolehnya Perusahaan Menahan Ijazah Karyawan

Pada dasarnya, dari segi hukum tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur perusahaan terkait bolehkah menahan ijazah karyawan atau tidak, terutama dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Bahkan dalam pasal-pasal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan aturan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 Tahun 2004 juga tidak memuat masalah ini.

Akan tetapi, beberapa pakar hukum telah mengemukakan pendapatnya bahwa praktik seperti ini tidak bertentangan dengan hukum jika telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu antara pengusaha dan pekerja.

Kesepakatan ini biasanya diatur dalam perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, masalah ini hanya bisa merujuk pada hukum perdata.

Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian yang sah antara pihak-pihak yang terkait akan berlaku sebagai hukum bagi mereka yang membuatnya.

Oleh karena itu, pihak-pihak tersebut secara hukum diwajibkan untuk mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati. Persyaratan sahnya suatu perjanjian kerja diatur dalam Pasal 1320, yaitu:

  1. Adanya kesepakatan yang mengikat antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  2. Kemampuan untuk membuat perjanjian.
  3. Adanya pokok persoalan yang jelas.
  4. Penyebab yang tidak dilarang oleh hukum.

Apabila syarat-syarat ini telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dikatakan sah dan mengikat, termasuk jika dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa perusahaan dapat melakukan penahanan ijazah karyawan hingga berakhirnya masa kontrak.

Kapan Penahanan Ijazah Karyawan Oleh Perusahaan Menjadi Masalah Hukum?

Boleh Bagi Perusahaan Menahan Ijazah Karyawan Jika Disepakati Kedua Pihak
Boleh Bagi Perusahaan Menahan Ijazah Karyawan Jika Disepakati Kedua Pihak

Penahanan ijazah akan menjadi permasalahan hukum ketika karyawan yang mengakhiri kontrak secara sepihak telah membayar ganti rugi atau saat kontrak mencapai masa berakhirnya, tetapi ijazah karyawan tidak dikembalikan. Tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai tindakan pidana.

Perusahaan dapat dilaporkan ke pihak berwenang dengan tuduhan penggelapan. Menurut KUHP, tindakan ini merupakan tindak pengambilan barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya, di mana penguasaan atas barang tersebut telah dimiliki oleh pelaku secara sah.

Dalam konteks penahanan ijazah, di mana penguasaannya tidak berdasarkan perjanjian kerja, maka pelanggaran semacam itu dapat mengakibatkan konsekuensi hukum sesuai dengan Pasal 374 KUHP. Pelanggaran hukum ini dapat menyebabkan pengusaha dikenai hukuman kurungan hingga 5 tahun.

Tindakan penggelapan yang dilakukan oleh individu yang memiliki wewenang atas barang tersebut karena adanya hubungan kerja atau dalam rangka pencarian atau menerima upah untuk tindakan tersebut, maka para pelaku dapat diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun.

Sebagian praktisi hukum tidak merekomendasikan penahanan ijazah sebagai cara untuk menegakkan kedisiplinan terhadap karyawan sesuai dengan kontrak kerja. Sebab tanpa menahan ijazah karyawan, perjanjian tersebut tetap memiliki kekuatan hukum dan dapat dijadikan bukti di pengadilan jika karyawan menyalahi perjanjian.

Selain itu, tindakan menahan ijazah tentu saja membawa risiko hukum jika dokumen tersebut hilang atau rusak. Hal ini dapat mengakibatkan karyawan mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan atas kelalaian tersebut.

Cara Menghindari Pelanggaran Hukum Akibat Penahanan Ijazah

Cara Menghindari Pelanggaran Hukum Akibat Penahanan Ijazah
Menahan Ijazah Karyawan Bukanl Solusi Efektif Mengurangi Tingkat Turnover

Meskipun telah kerap kali dilakukan oleh beberapa perusahaan, namun belum ada data yang mengulas tentang pengaruh penahanan ijazah terhadap penurunan tingkat pergantian karyawan (turnover rate) di suatu perusahaan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menahan ijazah karyawan bukanlah solusi yang efektif untuk mengurangi tingkat turnover.

Alih-alih mengurangi tingkat turnover, tindakan tersebut justru cenderung membawa dampak negatif bagi perusahaan. Oleh karena itu, daripada menerapkan persyaratan penahanan ijazah kepada karyawan, lebih baik bagi perusahaan untuk fokus pada optimalisasi proses rekrutmen calon karyawan.

Menemukan karyawan yang sesuai dengan budaya kerja perusahaan merupakan tantangan bagi bagian Sumber Daya Manusia (HR). Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi kepribadian karyawan melalui tes psikometri. Dengan memahami kepribadian karyawan, akan lebih mudah bagi perusahaan untuk merekrut kandidat yang cocok dengan kebutuhan.

Sanksi Sosial Bagi Perusahaan Akibat Menahan Ijazah Karyawan

Sanksi Sosial Bagi Perusahaan Akibat Menahan Ijazah Karyawan
Perusahaan Bisa Mendapatkan Sanksi Sosial Akibat Menahan Ijazah Karyawan

Sebagai seorang profesional di bidang Sumber Daya Manusia (HR), Anda pasti sepakat bahwa menahan ijazah karyawan tidak disarankan karena kebijakan tersebut memiliki risiko yang tidak aman bagi kedua belah pihak, baik dari perspektif perusahaan maupun karyawan.

Apabila seorang karyawan merasa terpaksa untuk bergabung dan bekerja di perusahaan karena tidak memiliki alternatif lain akibat penahanan ijazah, maka hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap kinerja karyawan tersebut. Kejadian semacam ini tentu harus Anda hindari sebagai HR.

Meskipun perusahaan sudah merahasiakan kebijakan penahanan ijazah dari karyawan, namun bisa saja informasi tersebut tersebar melalui testimoni dari mantan karyawan, baik melalui situs pencarian kerja, media sosial, atau percakapan di antara para pencari kerja. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif pada citra perusahaan.

Cara Melaporkan Pelanggaran Terkait

Pelanggaran Perusahaan Bisa Dilaporkan Ke Pihak Kementerian
Pelanggaran Perusahaan Bisa Dilaporkan Ke Pihak Kementerian

Jika pelanggaran berupa penahanan ijazah dilakukan oleh sebuah perusahaan secara sepihak, maka silahkan berinisiatif untuk melaporkannya. Anda bisa menghubungi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk melaporkan perusahaan yang menahan ijazah karyawan dan melakukan pelanggaran terkait penahanan ijazah tersebut.

Selain menghubungi pihak kementerian, Anda juga bisa mencoba berbagai layanan bantuan yang tersedia bagi para pekerja dan buruh. Layanan-layanan tersebut termasuk nomor telepon di 021-5255733, 021-5255661, call center di 021-50816000, melalui email di [email protected], ataupun di portal pengaduan  https://bantuan.kemnaker.go.id/support/home.

Selain itu, pelapor juga dapat menyampaikan pengaduan melalui berbagai media sosial, seperti Facebook KemnakerRI, X @KemnakerRI, dan Instagram @kemnaker. Di masa yang serba digital saat ini, pelaporan secara media sosial ini juga sering mendapat tanggapan yang cukup responsif.